Billahi Fi Sabililhaq
Fastabiqul Khaerat, memiliki arti secara umum “ Berlomba-lomba Dalam Kebaikan. Dan Berjuang di Jalan Allah “ Kalimat
ini menjadi ciri khas kader-kader IMM ketika melakukan selebrasi penutupan
salam. “ Itu ciri salam khasnya anak IMM “ begitulah kata kakak seniorku di IMM
ketika mengikuti pengkaderan Darul Arqam Dasar. Aku mengatakan perkataan yang
sama ketika mewariskan kalimat yang lebih kental di sapa “Faskho” ini kepada adik-
adik juniorku di komisariat ketika mereka menanyakan hal yang sama kepadaku.
Kalimat Billahi memiliki arti dalam keistilahan
merupakan perwakilan hati nurani akan kebenaran dengan menyebutkan nama Allah
SWT. Billahi merupakan refresentasi
naluri dan gagasan yang di aktualisasikan dalam prinsip nilai kemanusiaan.Sementara
kalimat Fi Sabililhaq memiliki makna
tersendiri yang dari penggalan katanya yang memiliki substansi dari pengamalan
perjuangan yang di dukung oleh kekuatan moral dan prilaku yang baik sebagai
jalan menuju keberkatan Allah. “ Faskho” slogan kebanggaan yang sering di lontarkan
kader-kader IMM dapat dimaknai dengan berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan.
Sebenarnya saya ingin
mengungkapkan ada satu hal yang menarik tentang ber-[dusta]-nya kita akan
mengucapkan kalimat doa penutup yang telah menjadi symbol kita ini. Tulisan ini
bukan untuk menghakimi beberapa kader, juga tidaklah bisa menjadikan gambaran
secara umum sikap dan prilaku kader IMM secara global.
Ketika, itu aku
mendapatkan undangan melalui SMS dari seorang teman, yang mengajak untuk
sorenya mengikuti buka puasa bersama teman alumni SMP. Karena memang dihari
yang bersamaan memang ada buka puasa bersama alumni IMM aku lebih tertarik
untuk memilih buka puasa bersama di rumah ketua IMM, bersama kader IMM dan alumni yang lain.
Berikut kutipan pembicaraan kami melalui SMS :
“ Ben, ada acara buber
alumni SMP angkatan kita dulu, kau ikut
enggak ? “
“ Aduh aku gak bisa
pulak Mat, kebetulan pulak hari ini aku ada acara buber sama anak IMM”
“ Apa ada rupanya anak
IMM yang puasa ? wkwkwkw “
Aku terkejut akan SMS
terakhirnya, mulanya aku marah, tersinggung karena aku merasa kader IMM dan
telah meremehkan aku dan Ikatan yang aku banggakan ini aku berniat membalas
ejekan SMS nya itu. Tapi niat itu aku urungkan.
Aku pikir ia mengatakan
demikian tanpa sebab. Sekitar seminggu yang lalu aku pernah bertemu dan berbuka
puasa bersama dengannya. Karena memang kami satu komunitas dan didalamnya ada
beberapa kader IMM. Setelah selesai berbuka puasa kami lanjutkan dengan sholat
magrib berjamaah ke mesjid. Selesai sholat ia berkata kepadaku.
“ Ben, dari semua anak
IMM yang aku kenal (ia memang sering bergaul dengan anak IMM, karena adiknya
juga kader IMM ) cuman kau lah yang ku tengok betol-betol anak IMM, kalok yang
orang-orang itu kayak si polan, si polan … ( menyebutkan satu persatu anak IMM
yang dikenalnya ) ku tengok tak ada betolnya orang itu, katanya IMM .. “ Ia memberikan
keterangan sambil mengikat tali sepatunya di teras mesjid.
“ Loh kenapa rupaya Mat
? Kok kek gitu pulak ko bilang ? Kau memang pande kali lah ko puji-puji aku di
mesjid ini, biar naek kupingku tros habis itu bayarin kau makan kan ? “ Balasku
canda, tapi sebenarnya hanya ingin memancing ia berbicara.
“ Hmm.. gak kek gitu.
Tadi siang kan aku ke kantor kelen ada perlu jumpain si Jaenap adek ku karena
kunci rumah di bawak dia. Pas aku ke kantor tekejut kali aku ku tengok lah si
Polan, si Polan, orang itu enak-enakan merokok di dalam, padahal di dalam situ ku
tengok ada jugak adiku, ku tengokin orang itu selo aja macam tak berdosa, malah
katawa ketiwi lagi, aiih mak jangg pikirku, kek gini rupanya anak IMM “ Ujar Rahmat.
“ Akhh masak iya…
“ Sambungku heran.
“ Iya lah, kalok gak
percaya kau ko tanyak sama adek ku “.
Sebenarnya aku, atau
siapa saja yang membaca tulisan ini merasa tersayat hatinya sebagai kader.
Bagaimana tidak, pastinya orang lain lah yang akan mengemas dan memberikan
justifikasi terhadap diri kita, penilaian kita dari diluar.
Dimana letak dan nilai
dari slogan “ Anggun Dalam Moral Unggul Dalam Intelektual Itu ? ”
Seandainya kita adalah
menjadi si “Polan” orang yang saya ceritakan diatas, coba tanya kembali kepada
diri kita masih pantaskah kita bangga menyebut diri kalau kita adalah kader
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ?
Seandainya kita menjadi
si “Polan” dalam cerita di atas, coba Tanya kembali kepada diri kita sendiri
apakah pantas kita mengucapkan Billahi
Fi Sabililhaq Fastabiqul Khaerat, yang memiliki arti secara umum “ Berlomba-lomba Dalam Kebaikan. Dan Berjuang
di Jalan Allah “ yang menjadi kebanggan dan ciri khas Kader kita,
kebanggaan seperti yang dikatakan senior IMM ku diatas?
Menyandang gelar bahwa
“ Aku Adalah Seorang Kader IMM “ tidaklah mudah. Begitu kita telah disyahadah
dan berikrar menjadi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, maka otomatis telah
menjadi beban di dalam diri kita untuk memikul tanggung jawab dan nama baik
almamater IMM dan nama besar organisasi islam Muhammadiyah.
Jika hari ini kita
adalah kader IMM, seumpama kita duduk di tempat lain walaupun tidak memakai
panji-panji IMM tapi orang lain telah mengenal kita sebagai kader IMM kemanapun
kita pergi. Jadi prilaku baik buruknya kita adalah cerminan gambaran umum
terhadap panji-panji yang telah melekat kepada diri kita.
Semoga tulisan ini
menjadi refleksi kepada kita semua terlebih bagi diri saya pribadi.
*Penulis adalah Kabid Keilmuan PC.IMM Asahan - Tg. Balai periode 2012
3 komentar:
MasyaAllah...
Mengingatkan sekali ini. Terimakasih kakak, sudah menulis tentang ini.
Sedih :'(
Posting Komentar