blog edit

Senin, 13 Agustus 2012

Dibalik [Dusta] Kita Ber – Faskho.


Billahi Fi Sabililhaq Fastabiqul Khaerat, memiliki arti secara umum “ Berlomba-lomba Dalam Kebaikan. Dan Berjuang di Jalan Allah “ Kalimat ini menjadi ciri khas kader-kader IMM ketika melakukan selebrasi penutupan salam. “ Itu ciri salam khasnya anak IMM “ begitulah kata kakak seniorku di IMM ketika mengikuti pengkaderan Darul Arqam Dasar. Aku mengatakan perkataan yang sama ketika mewariskan kalimat yang lebih kental di sapa “Faskho” ini kepada adik- adik juniorku di komisariat ketika mereka menanyakan hal yang sama kepadaku. 

Kalimat Billahi memiliki arti dalam keistilahan merupakan perwakilan hati nurani akan kebenaran dengan menyebutkan nama Allah SWT. Billahi merupakan refresentasi naluri dan gagasan yang di aktualisasikan dalam prinsip nilai kemanusiaan.Sementara kalimat Fi Sabililhaq memiliki makna tersendiri yang dari penggalan katanya yang memiliki substansi dari pengamalan perjuangan yang di dukung oleh kekuatan moral dan prilaku yang baik sebagai jalan menuju keberkatan Allah. “ Faskho”  slogan kebanggaan yang sering di lontarkan kader-kader IMM dapat dimaknai dengan berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan.
Sebenarnya saya ingin mengungkapkan ada satu hal yang menarik tentang ber-[dusta]-nya kita akan mengucapkan kalimat doa penutup yang telah menjadi symbol kita ini. Tulisan ini bukan untuk menghakimi beberapa kader, juga tidaklah bisa menjadikan gambaran secara umum sikap dan prilaku kader IMM secara global.

Ketika, itu aku mendapatkan undangan melalui SMS dari seorang teman, yang mengajak untuk sorenya mengikuti buka puasa bersama teman alumni SMP. Karena memang dihari yang bersamaan memang ada buka puasa bersama alumni IMM aku lebih tertarik untuk memilih buka puasa bersama di rumah ketua IMM,  bersama kader IMM dan alumni yang lain. Berikut kutipan pembicaraan kami melalui SMS :

“ Ben, ada acara buber alumni SMP  angkatan kita dulu, kau ikut enggak ? “
“ Aduh aku gak bisa pulak Mat, kebetulan pulak hari ini aku ada acara buber sama anak IMM”
“ Apa ada rupanya anak IMM yang puasa ? wkwkwkw “

Aku terkejut akan SMS terakhirnya, mulanya aku marah, tersinggung karena aku merasa kader IMM dan telah meremehkan aku dan Ikatan yang aku banggakan ini aku berniat membalas ejekan SMS nya itu. Tapi niat itu aku urungkan.  

Aku pikir ia mengatakan demikian tanpa sebab. Sekitar seminggu yang lalu aku pernah bertemu dan berbuka puasa bersama dengannya. Karena memang kami satu komunitas dan didalamnya ada beberapa kader IMM. Setelah selesai berbuka puasa kami lanjutkan dengan sholat magrib berjamaah ke mesjid. Selesai sholat ia berkata kepadaku.

“ Ben, dari semua anak IMM yang aku kenal (ia memang sering bergaul dengan anak IMM, karena adiknya juga kader IMM ) cuman kau lah yang ku tengok betol-betol anak IMM, kalok yang orang-orang itu kayak si polan, si polan … ( menyebutkan satu persatu anak IMM yang dikenalnya ) ku tengok tak ada betolnya  orang itu, katanya IMM .. “ Ia memberikan keterangan sambil mengikat tali sepatunya di teras mesjid.
“ Loh kenapa rupaya Mat ? Kok kek gitu pulak ko bilang ? Kau memang pande kali lah ko puji-puji aku di mesjid ini, biar naek kupingku tros habis itu bayarin kau makan kan ? “ Balasku canda, tapi sebenarnya hanya ingin memancing ia berbicara.
“ Hmm.. gak kek gitu. Tadi siang kan aku ke kantor kelen ada perlu jumpain si Jaenap adek ku karena kunci rumah di bawak dia. Pas aku ke kantor tekejut kali aku ku tengok lah si Polan, si Polan,  orang itu enak-enakan  merokok di dalam, padahal di dalam situ ku tengok ada jugak adiku, ku tengokin orang itu selo aja macam tak berdosa, malah katawa ketiwi lagi, aiih mak jangg pikirku,  kek gini rupanya anak IMM  “ Ujar Rahmat.
“ Akhh masak iya… “  Sambungku heran.
“ Iya lah, kalok gak percaya kau ko tanyak sama adek ku “.

Sebenarnya aku, atau siapa saja yang membaca tulisan ini merasa tersayat hatinya sebagai kader. Bagaimana tidak, pastinya orang lain lah yang akan mengemas dan memberikan justifikasi terhadap diri kita, penilaian kita dari diluar. 

Dimana letak dan nilai dari slogan “ Anggun Dalam Moral Unggul Dalam Intelektual Itu ? ”

Seandainya kita adalah menjadi si “Polan” orang yang saya ceritakan diatas, coba tanya kembali kepada diri kita masih pantaskah kita bangga menyebut diri kalau kita adalah kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ?
Seandainya kita menjadi si “Polan” dalam cerita di atas, coba Tanya kembali kepada diri kita sendiri apakah pantas kita mengucapkan  Billahi Fi Sabililhaq Fastabiqul Khaerat, yang memiliki arti secara umum “ Berlomba-lomba Dalam Kebaikan. Dan Berjuang di Jalan Allah “ yang menjadi kebanggan dan ciri khas Kader kita, kebanggaan seperti yang dikatakan senior IMM ku diatas?

Menyandang gelar bahwa “ Aku Adalah Seorang Kader IMM “ tidaklah mudah. Begitu kita telah disyahadah dan berikrar menjadi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, maka otomatis telah menjadi beban di dalam diri kita untuk memikul tanggung jawab dan nama baik almamater IMM dan nama besar organisasi islam Muhammadiyah. 

Jika hari ini kita adalah kader IMM, seumpama kita duduk di tempat lain walaupun tidak memakai panji-panji IMM tapi orang lain telah mengenal kita sebagai kader IMM kemanapun kita pergi. Jadi prilaku baik buruknya kita adalah cerminan gambaran umum terhadap panji-panji yang telah melekat kepada diri kita. 

Semoga tulisan ini menjadi refleksi kepada kita semua terlebih bagi diri saya pribadi.

*Penulis adalah Kabid Keilmuan PC.IMM Asahan - Tg. Balai periode 2012

3 komentar:

Unknown mengatakan...

MasyaAllah...

Unknown mengatakan...

Mengingatkan sekali ini. Terimakasih kakak, sudah menulis tentang ini.

Unknown mengatakan...

Sedih :'(

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates