Pilu. Padahal udara Rabu pagi (22/3/2017) masih belum selesi
bercumbu embun. Dari sebuah rumah kontrakan separuh papan di Jalan Williem
Iskandar Kelurahan Mutiara Kisaran, seorang ayah yang nekat mengakhiri segala
harapan hidupnya dengan cara menggantung diri di seutas tali yang diikat
dipintu rumah disaksikan anak istrinya. Pilu!.
---
“Ayah, uang cicilan motor kita itu besok sudah jatuh tempo.
Terus nanti malam kalau ayah pulang jangan lupa belikan susu kak Piah ya… itu susunya siang nanti sudah habis,” kata istri
saya pagi tadi sebelum berangkat meninggalkan rumah.
Aku hanya tersenyum. Dia tahu, aku baru terima gaji dua
pekan lagi.
“Iya Bunda… Aman lah itu,” balasku menjawab pesan istri,
sambil berharap dia nanti tak kecewa kalau aku pulang tak membawakan sekotak
susu yang dimintanya.
Diciumnya punggung tanganku pagi tadi. Sepedamotor ku engkol , aku berangkat berjihad meninggalkan rumah kami.
---
Siang tadi, aku juga tak sengaja menyaksikan teman seprofesi
membalas pesan singkat seluler untuk istrinya minta dibawakan satu kantong plastic
kresek beras untuk makan mereka malam nanti. SMS itu hanya dibacanya saja,
sebab pulsa untuk membalas pun dia tak punya. Benar, dapat dipastikan raut muka
teman saya itu agak bingung dan sedikit berkelakar.
Hari ini, bertambah satu lagi rasa gundah seorang Ayah yang bersemayam. Tak jauh jauh. Dia
rekanku sendiri. Kami satu profesi.
-- -
Aku gundah sesaat. Pikiran menerawang berkelebat. Bagaimana jika sampai malam nanti kami pulang
tak membawa harapan yang dipesankan orang tercinta dirumah. Bagaimana perasaan
(ayah ) menyaksikan raut muka istri melihat suaminya pulang dengan hampa. Kalau
tersisih sedikit uang dalam dompet tentu tidaklah masalah, bagaimana kalau
sebaliknya.
Aku yakin, setiap harinya banyak ayah-ayah bertebaran
mencari nafkah dimuka bumi setiap pagi kerap merasakan perasaan gundah mengiringi
hentakan langkah setiap kali keluar rumah. Aduan istri soal kontrakan rumah
yang mau habis, listrik yang belum dibayar, mendengar kesaksian anaknya yang malu ke sekolah karena terus ditagih
biaya tetek bengek pendidikan, hutang pada saudara hingga malu keluar rumah, serta
segede begaban persoalan perekonomian hidup yang membuat tidur tak nyenyak.
Tapi perjalanan hidup haruslah dilanjutkan. Para ayah
tetaplah pejuang. Buktinya tak sedikit para ayah ini mencari jalan pintas untuk
membayar gundah mereka dengan cara mereka sendiri.
Diluar sana, aku sendiri menyaksikan banyak ayah yang rela
bertaruh masa depan demi keluarganya membiarkan diri terjebak dilingkaran keparat
para bandar narkoba. Si ayah berujung jeruji besi.
Akupun pernah menyaksikan seorang ayah yang nekat merampas
tas seorang ibu di pasar akhirnya separuh mati tekapar dijalan dihajar sangar orang
orang yang melampiaskan rasa geram.
Aku juga pernah mendengarkan kisah seorang ayah yang
menggadaikan moral dibangku jabatan kekuasaannya dengan cara menyulap,
memanipulasi, mengada – ada anggaran, memurkai
atasan berujung hukuman pidana.
Halalkah? Yang penting istri diumah tak sempat telan pil
kecewa. Yang penting ayah tak lagi mendengarkan tagis anaknya karna susu tak
dibeli. Bagi sang ayah, kehidupan harus tetap berjalan. Masa depan anak harus
diperjuangkan.
Sementara para istri dan anak anaknya tetap sabar menunggu
kepulangan sang ayah di rumah. Tak jarang banyak istri yang larut gundah
hatinya menunggu sang suami yang tak pulang padahal sang suami telah meregang
nyawa dijalan berjihad memperjuangkan orang kesayangan.
Bagi yang tak sabar, bukan tak sedikit ayah memilih jalan
pintas mengakhiri beban kisahnya ditiang gantungan pada seutas tali meregang
nyawa.
Aku juga seorang ayah. Aku kenyang akan cerita ini. Profesiku
sebagai juru warta tukang tulis di surat kabar harian membuat kisah pulu para
ayah ini sudah terlalu sering aku saksikan, aku dengarkan, bahkan aku tuliskan.
---
Sungguh, diantara para ayah yang setiap hari jihad aku akan sebisa
mungkin menirukan sikap para ayah yang
acap terbangun malam diantara gundah untuk mensejajarkan kening bersimpuh
sajadah mengadukan persoalan ketir kehidupan yang tak akan pernah usai. Meyakinkan
diri bahwa apapun cobaan hidup akan ada selalu jalan keluar bagi hamba Nya yang
mau berserah.
Karna pasti ia tak akan menuntaskan rasa gundahnya dalam dinginnya
dinding penjara sel tahanan, bersimbah darah menerima penghakiman jalanan atau
ditiang seutas tali gantungan.
---
“Ayah jangan takut, Allah maha kaya, yang namanya rejeki gak
akan tertukar. Karna Bunda selalu hadirkan
ayah dalam setiap doa,” pesan istriku malam tadi dipinggir ranjang.
Ku matikan lampu. Kami pun beristirahat melepas penat.
| PERDANA RAMAHDAN |
Sumber Foto: https://www.google.com/imgres/indonesianfree.com//