blog edit

Minggu, 17 Agustus 2014

Harus di Tulis !

Ternyata bersyukur itu sederhana. Jika dia dianalogikan dengan terlalu hiperbola mungkin sebanyak hembusan nafas setiap harinya. Sangat sederhana sesederhana bocah kecil yang merengek manja kepada Ibunya untuk meminta dibelikan sesuatu.

Harus di tulis !

Sabtu malam dini hari itu pembicaraan saya bersama seorang teman mengupas jauh apa yang telah kami dapatkan dan apa keinginan yang kami belum capai. Teman saya bercerita dia bekerja seminggu enam hari sehari sampai hampir dua belas jam selama hampir dua tahun anehnya tak pernah merasa berkecukupan.

Saya teringat ketika itu pernah bekerja sebagai staff di Surat Kabar Mingguan (hingga kini) dengan gaji per bulan Rp 350.000 hampir selama satu tahun. Anehnya dengan 350ribu selama itu tak pernah sedikitpun merasa lapar, sakit atau kekurangan dengan apa yang diperoleh. Jika kehabisan uang untuk makan pasti ada saja yang bisa dimakan, jika kemana mana sepeda motor kehabisam bensin ada saja uang untuk beli bensin, kalau hp kehabisan pulsa ada uang buat beli pulsa, tak pernah merasa kurang dengan apa yang dicapai waktu itu selama hampir satu tahun.

Harus di Tulis!

" Punya usaha sampai bermodalkan lebih dari 20juta pernah, jadi karyawan di perusahaan Finance, Marketing Kartu Kredit di Bank Swasta ternama dgn gaji smpai 3jta/ bln prnah, jdi staff di surat kabar mingguan slama hampir 1 tahun dengan gaji 350ribu per bulan juga pernah.
Dari rentetan pekerjaan dengan penghasilan tersebut satu plajaran dri kesemuanya itu belajar menikmati hidup dengn penuh rasa SYUKUR.
Insya Allah ({}) " (Facebook ; https://www.facebook.com/perdanabenyamin) Post 7 Agustus 2014.


Alhamdulillah kehidupan hingga hari ini masih lebih baik dari hari kemarin, merasa menikmati yang didapat dari rasa syukur itu tadi ketimbang harus mengeluh. Ingat dengan salah seorang perkataan teman "Tuhan gak akan memberimu apa yang kau inginkan, tapi dia akan memberimu apa yang kau butuhkan"

Harus di Tulis ! Agar rasa bersyukur itu menjadi penetralisir hal tidak baik yang pasti selalu hadir dalam kehidupan.



Minggu, 13 April 2014

“Dialog ; Nunggu !”


A : Ping !!!
B : Yoi bang, apa kabar bang ?
A : Kabar baek.. cemana ko sehat ?
B: Alhamdulilah bang! Oo yah ku dengar abg dah merit ?
A: Ah, enggak ah..
B : hehe… masik sama yang haritu abang kan?
A : udah enggak lagi dek…
B : Loh kenapa bang ?
A : dah kawin dia sama yang lain dek, gak mau dia nunggu abang
B : hah ? serius .. !!
A : iya, kalah-kalah ditekongan abang …
B : bruakakaka… Ku pikir cuma aku aja yg pernah ngalamin kalah di tekongan bang !
A: wiih… kok ko ketawak in pulak kau!
B : Maa’p bang khilaf awak …
A+B = mengheningkan cipta … ***


Menunggu adalah pekerjaan yang dibutuhkan jutaan atom partikel didalamnya yang selanjutnya dikarbonasikan kedalam hati dan otak hingga akhirnya sadar pekerjaan ini hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki keyakinan.

Ketika seseorang membuat kita menunggu berarti ada sesuatu hal yang lebih penting yang harus diurusnya dibandingkan kita. Karena jika kita memang begitu penting dan amat berharga dia tak akan pernah membuat kita untuk menunggu sedikitpun.
Sekali lagi menunggu itu hanya diperuntukkan untuk orang yang punya keyakinan ekstra, bahkan disaat orang telah pergi dan berganti yang lain dia tetap menunggu. Tergantung dari kaca mata mana kau lihat “menunggu” itu. | 14.04.13|



Gbr: Ilustrasi Menunggu ganteng didepan Macbook |

Rabu, 09 April 2014

Hanifa;

Kini kau tak perlu lagi menunggu Hanifa. Menunggu diantara keraguan dan ketidak pastian dari yang kau pinta itu, padahal kita saling meyakini walau alur pikiranku masih bisa dierorkan dengan teorimu yang tak bisa aku mengerti.

Lebih dari ribuan hari yang lalu aku melihatmu dan sebenarnya tak akan menduga ini akan menjadi sepelik ini. Tapi aku tak bermaksud mengganggu dan membuat kegaduhan ini semakin rumit Hanifa.

Tak ada yang terjadi karena kebetulan. Daun sekalipun tak akan pernah membenci angin yang menjatuhkannya, dia tak pernah berfikir untuk melawan, menerima dan mengikhlaskan semuanya. Ini tentang menerima, memahami dan pengertian yang tulus.



Lebih dari jutaan jam yang kita lewati bersama itu Hanifa, kita sama sama mendapatkan pelajaran atas kesalahan kesalahan yang tak perlu diingat, walau kerap membekas, dan telah sepakat menyimpannya didalam kotak besi yang kita sama sama tak tahu seperti apa kuncinya.

Mimpi itu telah didapatkan dan kini kau tak perlu lagi menunggu Hanifa, sebab akupun tahu dibutuhkan jutaan moulekul hormon yang dikarbonasikan kedalam hati dan pikiranmu hingga membuatmu sabar menunggu. Aku sangat paham menunggu itu membosankan dan hanya dilakukan untuk orang orang yang memiliki keyakinan. Jika orang yang membuatmu menunggu itu berfikir ada hal yang lebih penting hingga mengharuskan dirimu menunggu pasti dia tak akan membuatmu menunggu.

Kini kau tak perlu lagi menunggu Hanifa. Karena kau dapat terlihat mendapat apa yang kuinginkan oleh permohonanmu dari dalam tabir doa. Jika beruntung atas keberuntungan yang direncanakan pasti akan bertemu. Kita tersadar bahwa akal dan perasaan bukanlah rumus mate-matika, dan sesuatu terjadi bukan karena faktor kebetulan. Hanifa mungkin kita selalu akan bertemu, dalam doa.

Kamis, 27 Maret 2014

Nasihat dari Botol Infus

Nadi kanan tanganku masih tertancap sebuah jarum suntik, yang dihilir jarumnya bermuara pada sebuah botol 500ml berisikan cairan medis. Dua hari yang lalu masih membekas dalam ingatku ketika salah seorang perawat memberikan suntikan yang jarumnya masih tertancap kasar ditanganku ini, sebagai penawar rasa nyeri yang melilit didalam perut bagian kanan bawah. Untuk pertama kalinya aku dirawat disalah satu tempat yang semua orang tak ingin tinggal berlama-lama didalamnya, ya ... itulah rumah sakit.

Ini adalah hari ketiga, setelah dua hari sebelumnya puluhan orang datang membesuk dan menyatakan simpatiknya mendukung kesehatan dan kesembuhan atas apa yang kualami. Siang itu dari ruangan inap kelas ekonomi rumah sakit tempat aku beristirahat memang panas, kuangkat botol infus dari gagang gantungannya menuju teras ruangan untuk mendapatkan udara segar.

Jarum infus ini masih jadi penghalang ruang gerakku, mungkin jika tidak ada yang menghalang, dini hari pagi tadi boleh jadi aku kabur sebentar bersama kawan kawan ke acara nonton bareng El Clasico Real Madrid vs Barcelona (24/3), usai nonton paginya aku bergegas balik kembali lagi kerumah sakit. Tapi untungnya itu tak ku lakukan karena masih digorgol oleh jarum infus.

Bersana adikku Fitri Sari.(Foto)

Siang ini aku ditemani oleh dua keluargaku, ibu dan kakak sepupuku. Keduanya asik bercerita, dan aku duduk ditengah-tengah mereka menyimak cerita-ceritanya dengan sabar. Mereka sadar aku telah jenuh berada di rumah sakit ini, itu sebabnya keduanya sengaja bergosip ditengah-tengah suntukku agar aku tak bosan, meski aku juga tersadar kondisiku tidak begitu baik. Dari keduanya yang mengapitku, aku lebih banyak menjadi pendengar budiman, dan sesekali menimpali ikut nimbrung bercerita.
Dari gosip mereka yang membuat aku kagum, aku banyak mengambil pelajaran tentang KESETIAAN.

Dimulai dari Ibuk ku yang selama bertahun merawat suamiya yang sakit (alhamdulilah sekarang sudah sehat) secara sabar ia merawat suaminya selama berbulan bulan lamanya dirumah sakit maupun dirumah, kondisi yang membuatnya untuk tidak bisa memilih dan membuatnya berserah diri kepada Sang Pencipta, karena selain harus menunjukkan kesetiaan dan bukti cinta kepada suami dan keluarga ia juga harus berfikir bagaimana caranya untuk tetap bisa mendapatkan uang demi keperluan perobatan sang suami, kebutuhan keluarga, dan dan biaya sekolah anak anaknya. Selama itu juga dirinya menjadi kepala dan ibu rumah tangga dalam waktu yang bersamaan, mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan suaminya tanpa canggung demi kelangsungan hidup suami dan keluarganya.
Makanya ketika mengetahui dirawat dirumah sakit beliau (ibuk.red) dengan sigap menjaga dan mempersiapkan apa yang menjadi kebutuhanku, secara langsung menggantikan peranan orang tuaku yang tidak memungkinkan datang dari Jakarta untuk menjenguk ku pada saat itu.


Lain lagi halnya dengan kakak sepupuku, selama lebih dari sepuluh tahun harus terpisah jauh antar negara dari suaminya, setelah usaha yang dirintis suaminya bangkrut. Ia harus sabar untuk menghidupi lima anaknya dengan mengandalkan kiriman dari suaminya. Dalam dua tahun sekali belum tentu ia menjumpai suaminya. Pada saat kondisi yang tak tahu kapan akan berakhir ini, ia hanya bisa mensyukuri apa yang telah diterimanya, baginya selama anak – anaknya masih bisa melanjutkan sekolah dan masih bisa makan, itu merupakan suatu hal yang luar biasa untuk patut disyukuri. Meski sang suami harus berjuang sendiri dari jarak ribuan kilometer dari anak isterinya. Kesetiaan diantara keduanya membuat aku salut.

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya, ia mendapat pahala kebajikan yang diusahakannya dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang dilakukannya…( Al-Baqarah: 286)


Dari kamar inap rumah sakit aku belajar banyak hal betapa kesehatan itu patut dijaga dan disyukuri, dan dengan sakit yang diberikan itu bisa dijadikan refleksi untuk kita untuk belajar menghargai nikmat yang diberikan Nya setiap hari.

** Tulisan ini didedikasikan untuk kedua orang tua tercinta yang selalu mendoakan untuk kesembuhan ku, kepada adikku, seluruh keluarga besar, alumni dan kader PC IMM Asahan, rekan-rekan se profesi, kak Sary Lubis, dan semua teman / keluarga.

Sabtu, 01 Februari 2014

Setia Itu Apa ?

Sesuatu yg menurut kita paling berharga, dan didapatkan dengan cara yang tak mudah, sudah pasti akan selalu menjaganya dengan baik setelah dimiliki.

Aku mempunyai beberapa item-item yang hingga kini masih ku gunakan dan ketika itu perjuangan untuk mendapatkan barang tersebut bukanlah perkara yang mudah. Karna cara untuk mendapatkannya yang butuh perjuangan dan proses yang panjang.

Baiklah berdasarkan hasil audit BPK* (sebuah lembaga keuangan, bukan nama rumah makan tradisional yang banyak di jalan jamin ginting Medan / alias B*bi Panggang Karo) barang mewah pertama yang kupunya hingga kini adalah, satu unit sepeda motor buatan Japan tahun keluaran 2004 bermerek Suzuki Shogun, yang ku beli second seharga 6jta di tahun 2008.

Si Gugun Badai ini... (sebutan mentel untuk sepeda motorku) telah menunjukkan kesetiannya kepadaku lebih dari 8 tahun sampai dengan sekarang. Cerita punya cerita, untuk meminang si Gugun, aku ketika itu harus memutilasi habis tabunganku yang gak seberapa itu setelah bekerja selama hampir 2 tahun menjadi pedagang asongan rokok jalanan ketika dibangku SMA. Ngeness kan ? Makanya sampai sekarang sosok si Gugun Badai tak tergantikan, meski beberapa kali aku sempat berfikir untuk mengakhiri hubungan kami di meja pegadaian BPKB tapi niat tersebut acap kali ku urungkan.

Selama hampir 8 tahun Gugun menemaniku ke manapun perjalananku, dialah satu satunya saksi lika liku atas perjalanan kehidupan ku yang sungguh membahana ini, baik dari kisah perjalanan karir, kuliah, pekerjaan, organisasi, sampai percintaan. Bersama sepeda motor asal negeri Miyabi itu aku telah kemana saja, mulai dari perbatasan Aceh, sampai Riau telah dijajal bersamanya. Olehkarena itu tak heran jika ada teman lama yang mengenalku berjumpa kerap kali mereka menanyakan pertanyaan yang membuat aku pengen menancapkan segumpal upil ke muncungnya ... "Masih hidup Shogun botot merah kau itu Bens?"




Paling tidak aku merasa bangga, ketika banyak anak kuliahan datang ke kampus dengan mengandalkan harta orang tuanya mengendarai sepeda motor yang mewah, bahkan untuk mengisi bensin masih minta duit sama ortunya, sementara aku masih merasa bangga dengan apa yang kumiliki atas hasil jerih payah sendiri.

Lanjut, kebarang lawas yang masih aku miliki hingga saat ini adalah kamera pocket Sony, 12,1 Mpxl yg ketika itu aku beli seharga 1,7 juta ditahun 2009. Ketika itu memang kamera masih barang yang langka, bahkan kamera jenis pocket sekalipun. Kamera pocket sony ku ini super pawer dimasanya dan cukup berjasa bagi kawan-kawan disekitarku yang gak punya kamera dan mendatangiku untuk meminjamnya. Terbilang si Oni... (Sebut saja demikian nama kamera ku itu) telah mengantarkan ribuan koleksi foto hasil jefretannya, dan berjasa dalam acara-acara penting seperti, kawinan, ulang tahun, sunatan, maulid, bahkan hingga aku bekerja kini sebagai jurnalis, si Oni kerap menjadi andalan utamaku dalam mengabadikan moment. Walau sempat kecemplung air ketika aku dan teman-teman Mapala GeMPAR ber-arung jeram di Sei Bahbolon, tapi si Oni tetap bisa menjefret-jefret tanpa mengurangi kualitas jefretan terbaiknya, yang gak kalah dengan DLSR.



Lanjut, barang terakhir tak jauh berharga lainnya yang sudah kuanggap sebagai istri sendiri adalah laptop Acer emachines 725 yang kubeli ditahun 2009 seharga 5 jta. Kalau laptop ini pada jamannya ketika itu sudah termasuk yang barang mewah. Masih dalam ingatanku ketika itu kampus tempat ku kuliah ada zona wifinya, dan disitulah aku pamer-pamernya tenteng tenteng laptop karna masih belum banyak yang punya, nongkrong di area wifi dengan gaya sok serius donlot situs gitu-gituan dengan nyantai tanpa harus nunggu loading lama di warnet. Hahaha...

Selama perjalanannya, si leptop Acer busuk ku ini banyak berjasa dalam gelar kesarjanaan beberapa temanku. Banyak hasil tugas akhir maupun skripsi lahir dari tombol-tombol keyboard usangnya. Hingga kini si tengtop ini masih ku bawa-bawa kemanapun aku pergi, dan dirinya merupakan nyawa dalam pekerjaan ku sebagai penulis/redaksi di 4 surat kabar yang hingga kini aku tanggung jawabi.

Sepeda Motor Shugun, kamera Pocket Sony, dan leptop Acer uzur, ini selalu kubawa-bawa kemanapun melangkah setiap harinya. Bukan karena tak mampu menggantinya dengan yang lebih baru, tapi begitu cintanya akan kenangan-kenangan yang dulunya pernah ada, suka duka bersama barang-barang tersebut, dan aku lebih memilih setia bersama mereka dan memutuskan untuk berpisah dengan barang tersebut sampai takdir dan batas kemampuan dimana barang tersebut bisa bertahan.

Kalau lapulak cerita orang beceweknya yakan... dianalogikan dengan orang yg pacaran terus putus, habestu si kawan itu susah untuk istilahnya move on atau cari yang lain ?
Ya,,, karna dia selalu menempatkan sesuatu yang pernah ia punya itu lebih berharga ketimbang apapun yang belum pernah dimilikinya.

"Sesuatu apapun yang didapatkan dengan perjuangan yang berat pasti sulit untuk melepaskannya, atau bukan karna tak sanggup untuk mendapatkan yang baru, tapi masih merasa yang lama masih bisa layak untuk diperjuangkan" :)
-PBC-

Rabu, 29 Januari 2014

Selamat Jalan Wartawan Senior "BK"

"Kok lama kali kau datang ke kantor Pradana, Bapak udah di kantor ini, cepat ko kesini ya"

Pagi itu, ponsel ku berdering bising hingga membangunkan aku. Ah, masih lagi pukul 8 pagi, aku masih pulas-pulasnya, tapi dentuman dering telpon itu telah mengusikku kasar. Padahal aku baru bergegas menuju kantor skitar pukul 9 atau 10 pagi.

Meski telah berulang kali menjelaskan dengan sabar namaku adalah perdana, tapi orang yang menelponku disebrang tadi kerap memanggilku "Pradana".

***





Aku dipercayakan sebagai redaktur disurat kabar ini selama lebih dari 2 tahun, karna sejak kecil aku memang bercita-cita menjadi wartawan / penulis. Sedang beliau diseberang telpon yang membangunkan aku tadi adalah M. Fakhri, kepala biro / wartawan senior asal Kab.Batubara di Kec. Tanjung Tiram yang lima tahun lalu adalah wilayah dari Kabupaten Asahan setelah pemekaran.


Sejak pertama kali koran ini terbit pada Maret 2001, beliau dipercayakan sebagai kepala biro / wartawan didaerahnya. Namun, sakit yang dideritanya karna faktor usia yang tak lagi prima, ku ketahui beliau masuk rumah sakit hingga menghembuskan nafas terakhir dipanggil yang Maha Kuasa pada Senin, (20/1) lalu. Aku sempat kesal dalam hati karna tak sempat melihat beliau untuk terakhir kalinya, karna dihari itu sedang ada tugas diluar kota. Meski telah berulang kali ketika bertemu ia kerap mengatakan kapan akan datang ke rumahnya.


Pembaca setia ASPOS pastilah mengenal style tulisan yang diakhir beritanya diberi inisial name (BK). Berita-berita yang ditulis beliau memang berasal dari daerahnya seputar kec.Tanjungtiram Kab.Batubara. Semua, kejadian yang diingatnya, orang yang ditemuinya dijadikannya bahan pemberitaan, mulai dari pedagang batu giok di pasar, pemborong proyek, guru, nelayan, kades, camat, kepala dinas bahkan Bupati sekalipun ia akan tulis dengan gaya tulisannya sendiri, meski tugasku selanjutnya akan dipusingkan dengan rilis berita yang ia buat karena gaya bahasa khasnya dan tata huruf tak beraturan. Ia juga akan kerap menulis jalanan yang berlobang didaerahnya, profil tokoh nazir mesjid, sampai anak sekolah yang ugal-ugalan mengendarai sepeda motor, tapi itulah gaya tulisan beliau yang ditulis sekenanya.


Pernah suatu ketika itu aku, dan beberapa wartawan sedang berkumpul di kantor redaksi, dan dari dalam tas yang biasa ia bawa mengeluarkan foto-foto koleksinya yang ditata rapi dalam album foto. Siapapun pejabat penting maupun artis yang berkunjung ke daerahnya pernah berfoto bersamanya. Dalam koleksi foto album tersebut beliau sempat memamerkan foto-foto gubernur Sumut yang menjabat dari jamannya Alm Raja Inal Siregar sampai gubernur sekarang, tak hanya disitu, dalam koleksi fotonya juga ada pejabat-pejabat dinas kepolisian mulai dari Kepala Pos, Kapolres, sampai Kapolda, begitu juga pimpinan Dandim yang pernah bertugas, ada juga foto-foto bersama artis Ibu Kota yang pernah datang ke Tanjung Tiram, hingga ruang redaksi kantor siang itu riuh dengan aksi pamer foto beliau.


Kini kami, dan seluruh pembaca setia ASPOS pastinya merasa kehilangan tak dapat lagi membaca tulisan-tulisan berita nyentrik dari wartawan senior asal Tanjung Tiram tersebut. "Selamat Jalan pak BK, semoga amalan dan ibadahnya mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT, Amiin"

Senin, 27 Januari 2014

Li,

“ Aku selalu menguji diriku untuk mengetahui seberapa kuat dan tegarnya seorang Lily, dan hari ini Tuhan langsung menguji aku, keluarga dan mereka yang terkena musinah**”
Tanjungbalai, Minggu pagi, 27 Januari 2014 adalah hari yang tak akan pernah dilupakannya seumur hidupnya. Bagaimana tidak, dihari itu dari dalam gang sempit dikawasan pesisir pemukiman padat penduduk, kobaran api melahap perkampungan tempat dimana ia dan keluarganya bermukim dalam istana kecil ditengah kampung itu. Memang sebelumnya tak pernah aku mengunjungi tempat itu. Musibah kebakaran yang menghanguskan satu kampung tersebut setidaknya meratakan lebih dari 200 rumah dan sekitar 300-an kepala keluarga kehilangan tempat tinggal.
Namun pemandangan lain yang tak biasa ditunjukkan gadis kecil berperawakan kecil itu. Li kami akrab memanggilnya terlihat biasa saja. Rumahnya ikut terbakar. Ia juniorku di organisasi kemahasiswaan, yang sudah ku anggap layaknya adik sendiri itu terlihat biasa saja seperti tak terjadi apapun dari raut mukanya, padahal kawan kawan yang berkumpul datang menjenguknya begitu menunjukkan rasa empati padanya. Tapi sekali lagi dia masih terlihat “biasa”.
***
Sehari sebelum musibah itu terjadi Li sempat mengirimkan pesan kepadaku melalui “blackbery messanger” dia menanyakan bagaimana cara untuk menulis. Karna sebenarnya dia ingin menulis. Menulis kejadian apapun yang pernah ditemuinya. Aku pun menjelaskan dengan singkat melalui pesan bbm. “Intinya bagian yang tersulit dari menulis adalah memulainya” jawabku singkat diakhir obrolan, meskipun akhir-akhir ini aku sudah tak pernah menulis kembali di luar pekerjaanku sebagai wartawan dan redaktur dibeberapa surat kabar.


“ ... Ya Tuhan, hanya kau dan orang tertentu saja yang bisa mengetahui seberapa dalamnya kesedihanku saat ini. Hanya saja aku tak ingin mengumbar kesedihan sehingga siapa saja tahu kalau aku sebenarnya sedang bersedih ... **“
Kembali, sepenggal tulisannya yang sengaja dikutip dari catatannya facebooknya. Aku yang menyaksikan sendiri perkampungan padat itu telah rata dari lokasi kejadian sekitar pukul 15:00 WIB, tepatnya sekitar 4 jam setelah api dipadamkan.
Sebelum aku dan kawan kawan meninggalkan lokasi kejadian untuk bergegas pulang, Li kembali bertanya kepadaku tentang bagaimana cara memulai untuk menulis. Sekali lagi aku heran ! Tapi berusaha menjelaskan kepadanya tentang cara memulai untuk membuat tulisan dan menunjukkan beberapa tulisan yang sempat aku tulis didalam blog pribadiku kepadanya.
***
Banyak teman teman yang kagum dan salut atas ketegarannya dalam menghadapi musibah. Betapa sebenarnya orang-orang tau kalau dia sedang bersedih, tapi tak lekas ia mengumbarnya. Malamnya ku ketahui sempat ia membuat catatan dan jawaban atas kesedihan yang dilampiaskannya dalam bentuk tulisan.
Untuk adikku Li yang luar biasa. Betapa hari ini dari musibahmu telah memberikan banyak pelajaran dan isnpirasi bagi teman-teman disekitarmu. Betapa beratpun masalah / perjuangan yang dipikul hari ini pasti ada hikmah dan jalan yang terbaik atas semua ini.
“Allah tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuan hambanya” (Al-An’am 44)
Tetaplah tampil periang dengan senyum dan memberikan inspirasi, semangat serta sandaran bagi teman temanmu. Tinju karang besar sekalipun didepanmu dengan tangan lemahmu jika itu menjadi penghalangmu... La Tahzan Innalah Ma’ana ! Tersenyumlah, dan jangan menunggu bahagia untuk tersenyum. Setidaknya itulah contoh yang kami dapat darimu.

Jumat, 24 Januari 2014

Pas Photo Saya




Perdana Ramadhan