blog edit

Selasa, 15 Januari 2013

Koro-Koro Berbuah Cempodak.

Cerita ini bermula dimalam minggu yang bernuansa Hoiiyamak gitu, aku bersama dua orang teman se kos, (Rudi dan Iwan) sedang menikmati malam yang durjana ini, bergitar ria dan mengiklaskan hati melihat lepat sama daun yg lalu lalang diatas kuda besi dari lantai dua kos kami. Jika malam week end seperti ini (malam minggu) aku tak ingin lewat jalanan kota karena yg ada malah bikin keki, dan pengen gulung itu jalan aja, dan selalu berharap tiap malam minggu Allah ta’ala menurunkan hujan selebat-lebatnya, angin kencang putting beliung bahkan topan badai.

Nah tapi dalam episode kali ini aku bukannya ingin menceritakan nasib durjana kami. Akan tetapi cerita ini diawali dengan datanglah seorang teman (untuk menjaga citra baik tujuh turunannya maka nama kawan tersebut sengaja aku samarkan) sebut saja namanya si Karpidhol 20 taun, berparas polos membahana, tinggi semampai, rambut ikal, jika berjalan rembulan pun padam ...

Nah, entah ada angina pa si Pidol tadi menyambangi kos kami …
Secara tengtereeng dia masuk bak pawor renjes yang dengan binalnya mengagetkan kami semua dari khayalan tingkat tinggi di malam minggu yang membahana tadi.

“ Wooii bang, apa nya malam minggu kok macam ayam saket aja di kos ini, gak pengajian orang abang?”
Busyet jugak ni anak mau membilangkan ritual malam minggu aja pakai bahasa pengajian . Pertanyaannya tak ku gubris segera ku sambar tembakau lima centi yang di gengganmnya.
“ Hayok koro-koro kita bang, aku habis dapat bonus dari kantor ini, tenang aja la
aku yg traktirr !!”

Ibarat anak-anak yg habis di beliin Es Walles kami ber tiga tak percaya akan solusi yang membahana dari si Karphidhool ini, ajakan itu langsung disambut histeris 2 kawan ku dengan salto sambil pushup, sementara aku masih menikmati upil kripsi yang
telah dijamurkan.

“ Ayook, serius kau ni kan “ jawab kami serentak.
“ Bahh serius la bang “ jawab nya.

Secara serentak kami menyetujui ajakan dan moment ini tak akan kami lewatkan, betapa tidak makan 3 kali sehari aja untuk kelas anak kos seperti kami udah mantep apalagi bisa dapat koro-koro yang free gini, yah itung-itung ngilangin suntuk. Dengan semangka sekilo lima ribu owh maaf maksud saya semangat yang menggebu, kami engkol kuda besi menuju tempat karaoke di tengah kota.

Sampai disana posisi semua kamar full, maklum posisi malam minggu, belakangan aku sadar mengapa tempat karaoke begitu menjamur di kota – kota besar, maklum tempat ini bisa mengurangi atau bahkan meminimalisir orang stress bagi warganya. Sekitar 20 menit kemudian tanpa cincong kami di panggil sama mbak-mbak si penjaga karoke. “Bang yg nomor 2 ada yang kosong, itu” Kata si penjaga karoke.

Tanpa cincong lagi kami yang udah benafsu pengen menghancurkan loudspeaker denagn suara cempreng kami pun masuk tanpa ragu, sekeliling orang memperhatikan langkah kami. Dalam hati kami hanya bilang “mana la open awak”

Kamipun masuk, dengan penuh keyakinan apalagi malam ini ada Bandar yang biayai kami, satu persatu dari kami menyumbangkan hits terbaiknya secara bergantian hingga tak terasa satu jam pertama pun berlalu, lantas si mbak-mbak tadi masuk dan “ bang mauu tambah lagi gak, waktunya dah mau habis ni” namun dengan mantap sang Bandar kami menjawab “ tambooh kak 1 jam lagi” dan kami pun girang dalam hati dan bilang “aiih mak segan kali awak ah, sama bang karphidol ini ah, ntah kek mana la balasnya ini “ “udah amaan itu bang” balasnya pulak. Kami melanjutkan untuk menghancurkan pita suara.


(Ket Foto: Beberapa Menit Sebelum peristiwa memalukan itu terjadi)


Singkat cerita waktu habis, kami menorehkan beberapa prestasi diantaranya AC ruangan yang tadinya adem mendadak berubah menjadi padam, 3 bijik loudspeaker jebol, 2 biji microphone sompel kenak gigit, kaca-kaca luluh lantak pecah karena suara kami, computer PC pemutar lagu mendadak kenak virus Trojan, LCD TV nya retak-retak , dan kami pun melenggang menuju kasir.
Karena kami pikir toke kami malam itu adalah si karpidol kami pun tak sangsi lagi. Si karpidhol menghadap kasiir dan “berapa mbak ??” “185rebu bang”.

Aku dan dua kawanku hanya menonton aja, dan memerhatikan si karpidhol yang salah tingkah dan mulai keringat dingin, entah dia grogii liat cewe’ yg bohai atau apa kami pun gak ngerti, hingga akhirnya keluarlah kalimat pamungkas dari muncungnya. “Woi uangnya kurang, ada kelen pegang duit ?” Haiih mak jang pikir kami dalam ati.
Berapa rupanya kurangnya dool ? “ Tanyaku sok kepatenan. Lapan puluh lima ribu lagi bang. “hooih mak-jang, apa gak haram jaddah kali kau, ngajak kami gayamu macam toke blacan ngajak ke tempat karaoke pegang duit cuman cepek ribu !” Aku naik pitam.
Mampos la kita ini, kawanku yang satu merepet janda. Aku pun memegang kantong clana, sialnya aku gak bawa dompet pulak, sementara kawan ku yang satunya lagi mencoba menghitung recehan yang ada dari dalam dompetnya dan secara tengtereng te kumpullah duit 80 rebu. Lima ribu lagi wee.. ?

Sementara si mbak-mbak yg tadi udah risih aja sama kami dalam hati mungkin dugaannya benar melihat tampang gembel kami gak akan sanggup bayar. Bongkar punya bongar sampai hampir ngerogoh celdam akhirnya recehan demi recehan terkumpukan dan terbayarlah lunas sgala dosa kami pada malam itu.

Dan kami pun pulang dengan hati gundah gelana dengan sumpah serapah … sambil garuk-garuk bokong sama-sama kami berseru dalan hati … “Tentara Belando ketimpa Cempedak, habis habis Koro2 Duitpun Cekak” Hoiiyamaak ….

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates