Sebenarnya dua hari lalu (15/7/2017) dalam tradisi orang kebanyakan dibelahan bumi ini, istriku merayakan ulang tahunnya yang ke 25. Sialnya aku (suaminya) bukanlah tipe lekaki romantis kebanyakan, yang tepat pada pukul 00:01 WIB memberikan kado sepesial atau matikan lampu memberi kejutan kue tart dengan lilin angka dua lima diatasnya.
But, … tidak, tidak ! Itu sama sekali tak pernah ku lakukan. Bahkan sejak kami 2 tahun lebih lamanya hidup bersama dalam usia pernikahan. Akhh… barangkali aku memang lelaki payah … Istriku tahu betul itu !
Tak ada potongan kue atau bahkan kado special untuknya.
Aktifitasnya kami masih sama, seharian dia mengurus dua buah hati kami di dalam
rumah. Sementara aku beraktifitas di dunia tulis jalanan. Selepas magrib, kami
hanya tiduran santai sambil mengobrol khayal dipinggir ranjang, menjaga anak
anak yang baru terlelap.
Sebab kami percaya, kalaulah ulang tahun identik dengan “special day”maka bagi kami setiap hari
adalah hari yang istimewa. Jika ulang tahun dihubung hubungkan dengan pemberian
sesuatu (kado), maka aku atau istri bisa memberikan kejutan kado apa saja
kapanpun kami mau.
Jika ulang tahun itu makan makan, itu juga hampir tiap akhir
pekan kami lakukan, makan di restoran / café favorite kami. Sebisa mungkin
dalam situasi apapun kami berusaha tetap “romantic”. Setiap hari setiap akhir pekan
kami berulang tahun.
Finally, bhrithday’s story … done !
Sekitar tiga puluh hari yang lalu, istri saya baru saja
melahirkan akan kami yang kedua dengan cara operasi cesar. Ini tentusaja bukan
hal yang gampang untuk kami lewati, terutama bagi istri saya. Sebab jarak antara Shafiyah (putri kami yang
pertama) dengan Dhuha (adiknya) memang cukup dekat hanya satu tahun tiga bulan.
Kami akui memang, awal mula kabar kehamilan ini dirasa
membuat kami sedikit cemas mengingat resiko kehamilan dengan jarak yang
singkat. Alhamdulillah proses tersebut telah kami jalani. Keduanya kini dalam
kondisi sehat.
Mengasuh dua anak sekaligus tentu saja membutuhkan
pengawasan dan kerja yang dua kali lipat capeknya. Dibantu kakek dan neneknya
(Shafiyah – Dhuha), sekarang keduanya tumbuh.
Istri saya saat ini sedang dalam masa cuti dari pekerjaannya jadi dapat
maksimal mengurus keduanya.
Kembali ke istri saya. - Dia itu (fighter moms). Walau sebutan ini bisa saja menjadi penilaian
orang sebagai ungkapan “air laut asin
sendiri” terserahlah !
Dalam episode lalu ditulisan dibloog ini, saya juga pernah bercerita
soal ‘bandel’ nya istri saya itu terutama urusan pekerjaan. Bagaimana tidak, dua
kali proses kehamilan anak kami, tanpa terganggu dia masih (bekerja) melakukan perjalanan dengan
sepedamotor Kisaran – Simpang Empat. Jarak yang cukup jauh untuk wanita yang berjuang
membantu suaminya mencari nafkah untuk keluarga. Begitu juga kesiapsiagaannya dalam menjaga
Dhuha – Shafiyah siang malam.
Tentu saja dibalik wajah lelah dalam lelap tidurnya tiap
malam, ada rapalan doa acap terhaturkan untuk kesehatannya beserta dua anak
kami setiap saat. Itu saja dulu. Keberkahan usia, bahagia, masuk surga dan kaya
raya jadi urutan doa selanjutnya.
Sudahlah, saya tak mampu merayu atau menuang lirik romantic
dalam bait tulisan …
Selasa, 18 July 2017 | 00:14 AM |