blog edit

Senin, 17 Juli 2017

HBD 2 U –nya ‘Bunda’


Sebenarnya dua hari  lalu (15/7/2017) dalam tradisi orang kebanyakan dibelahan bumi ini, istriku merayakan ulang tahunnya yang ke 25. Sialnya aku (suaminya) bukanlah tipe lekaki romantis kebanyakan, yang tepat pada pukul 00:01 WIB memberikan kado sepesial atau matikan lampu memberi kejutan kue tart dengan lilin angka dua lima diatasnya.

But, … tidak, tidak ! Itu sama sekali tak pernah ku lakukan. Bahkan sejak kami 2 tahun lebih lamanya hidup bersama dalam usia pernikahan. Akhh…  barangkali aku memang lelaki payah … Istriku tahu betul itu !

Tak ada potongan kue atau bahkan kado special untuknya. Aktifitasnya kami masih sama, seharian dia mengurus dua buah hati kami di dalam rumah. Sementara aku beraktifitas di dunia tulis jalanan. Selepas magrib, kami hanya tiduran santai sambil mengobrol khayal dipinggir ranjang, menjaga anak anak yang baru terlelap. 

Sebab kami percaya, kalaulah ulang tahun identik dengan “special day”maka bagi kami setiap hari adalah hari yang istimewa. Jika ulang tahun dihubung hubungkan dengan pemberian sesuatu (kado), maka aku atau istri bisa memberikan kejutan kado apa saja kapanpun kami mau.

Jika ulang tahun itu makan makan, itu juga hampir tiap akhir pekan kami lakukan, makan di restoran / cafĂ© favorite kami. Sebisa mungkin dalam situasi apapun kami berusaha tetap “romantic”. Setiap hari setiap akhir pekan kami berulang tahun.

Finally, bhrithday’s story … done !

Sekitar tiga puluh hari yang lalu, istri saya baru saja melahirkan akan kami yang kedua dengan cara operasi cesar. Ini tentusaja bukan hal yang gampang untuk kami lewati, terutama bagi istri saya. Sebab  jarak antara Shafiyah (putri kami yang pertama) dengan Dhuha (adiknya) memang cukup dekat hanya satu tahun tiga bulan.

Kami akui memang, awal mula kabar kehamilan ini dirasa membuat kami sedikit cemas mengingat resiko kehamilan dengan jarak yang singkat. Alhamdulillah proses tersebut telah kami jalani. Keduanya kini dalam kondisi sehat. 



Mengasuh dua anak sekaligus tentu saja membutuhkan pengawasan dan kerja yang dua kali lipat capeknya. Dibantu kakek dan neneknya (Shafiyah – Dhuha),  sekarang keduanya tumbuh. Istri saya saat ini sedang dalam masa cuti dari pekerjaannya jadi dapat maksimal mengurus keduanya.

Kembali ke istri saya. - Dia itu (fighter moms). Walau sebutan ini bisa saja menjadi penilaian orang sebagai ungkapan “air laut asin sendiri” terserahlah !

Dalam episode lalu ditulisan dibloog ini, saya juga pernah bercerita soal ‘bandel’ nya istri saya itu terutama urusan pekerjaan. Bagaimana tidak, dua kali proses kehamilan anak kami, tanpa terganggu dia  masih (bekerja) melakukan perjalanan dengan sepedamotor Kisaran – Simpang Empat. Jarak yang cukup jauh untuk wanita yang berjuang membantu suaminya mencari nafkah untuk keluarga.  Begitu juga kesiapsiagaannya dalam menjaga Dhuha – Shafiyah siang malam.

Tentu saja dibalik wajah lelah dalam lelap tidurnya tiap malam, ada rapalan doa acap terhaturkan untuk kesehatannya beserta dua anak kami setiap saat. Itu saja dulu. Keberkahan usia, bahagia, masuk surga dan kaya raya jadi urutan doa selanjutnya.
  
Sudahlah, saya tak mampu merayu atau menuang lirik romantic dalam bait tulisan   

Selasa, 18 July 2017 | 00:14 AM |

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates