Malam itu memang
aku tengah di sibukkan dengan interaksi yang tak pernah aku lakukan sebelumnya.
Seumur hidup memang aku belum pernah berkomunikasi serius dengan seorang
wanita. Kita, remaja yang mencoba mencari jati diri, ketika itu memang tengah dimabuk
asmara. Saat tak sengajanya bola mata kita beradu, saling berbalas senyum, moment
itu secara sengaja kita lakukan. Saling mengintai di antara lorong kios tempat
dimana kita bekerja. Kita memang memiliki rasa yang sama. Amboi, indah memang
rasa itu.
Ketika itu, jemari
taganku menjamah tombol-tombol seluler dengan penuh semangat bahkan menjurus kasar. Hal yang tak pernah aku lakukan
sebelumnya. Malam ini melalui komunikasi singkat seluler, kita mencoba
kerucutkan permainan hati ini.
“ Mau kah kau menjadi pacar ku ?? “
Aku mencoba mencatat sejarah dalam hidupku, karena
kalimat ini tak pernah aku ucapkan sebelumnya. Aku hanya sering melihatnya di
adegan sinetron. Walau terkesan tak sejantan yang dilakukan kebanyakan pria
lain, tapi untuk mengungkapkan ini saja jantung dan nafasku berkolaborasi
hebat, mengguncang beribu-ribu skala richter getaran didalamnya.
Kau tak lekas membalas. Aku pun terus was-was,
seperti hakim yang akan memfonis sebuah keputusan eksekusi mati kepada
terpidana kasus berat.
“ I Love U to .. ! “
Ketika itu aku tak bisa memastikan apakah aku masih
berdiri memijak tanah, jantungku berhenti berdetak. Masih jelas dalam ingatanku
moment itu 20 agustus 2008.
* * *
Kita menjalani sedemikian heroiknya perjalanan asmara
ini. Mengorbankan apa saja demi hubungan kita. Membantai dan menetas setiap
permasalah yang menghadang jalan kita. Saling menutupi kelemahan di antara
kita, saling berbagi dan mengisi. Kita telah membicarakan dan menyatukan visi
dan cita-cita kita bersama. Aku ingat tentang heroiknya aku ketika itu
mengantarmu ke kampus dan terjebak di bawah derasnya hujan. Atau tentang
perjuanganmu karena malas nya aku mengerjakan tugas akhir kuliah, kau begadang
untuk menembus kebodohan dan kemalasan ku. Hingga kita sama-sama selesai
kuliah.
Jangan
ditanya tentang berapa ratus masalah yang coba menghadang perjalanan kita.
Setiap perjalanan dan hubungan pasti mempunyai dinamika tersendiri, kekuatan
kita karena kita bisa saling mengisi membunuh manuver – manuver itu satu
persatu dengan perlahan.
Semua mengenal kita. Sesekali memang kita membuat
iri orang – orang yang sedang merajut rasa seperti kita, yang terkadang sering
terkalahkan dalam dinamika, terjebak dalam manuver-manuver hati.
Tak terasa empat tahun untuk semua itu adalah waktu
yang amat panjang untuk kita lalui. Yah sebuah track record bagi kita, dan
orang-orang yang kagum pada hubungan kita.
*
* *
Hingga pada akhirnya kita sama – sama menyadari
bahwa tak ada hal sekecil apapun yang terjadi karena kebetulah. Bahwa tak ada kejadian
sekecil apapun yang tanpa perencanaan. Semua telah tersusun dan terencana rapi
tanpa kita ketahui, dan ditakdirkan tanpa ada satupun yang bisa memberikan
bantahan atas ketentuan itu.
Aku dan kau menyadari, apa yang kita lakukan ini
adalah merupakan gejolak rasa dalam hati yang tak bisa terkalahkan, walau
berulang kali kita terjebak dalam onani rasa yang mencoba menghakimi jalan
kita. Kita memang saling mencinta.
Ketentuan telah ditentukan, hingga pada akhirnya
kita telah sama-sama menyepakati bahwa akal dan perasaan tidaklah dapat
berjalan beriringan. Ketika kita mulai mengkaji tentang perasaan yang kita
punya yang tidak akan pernah berubah dan tetap sama. Tapi mungkin tidak tentang akal, yang membuat kita
bisa berfikir yang terbaik demi kebaikan bersama. Kita telah mengkaji, dan memperlajari.
Aku sebenarnya hampir sinting mempelajari ini semua
akan tetapi kita sama –sama mempertahankan komitmen masing-masing dan mulai
mengerti tentang kenapa harus berpisah pada akhirnya. Kita tak mempunyai
solusi. Aku tak sanggup dan siap untuk menjemputmu secepat itu. Susah memang
untuk dijelaskan dengan retorika dan logika akan tetapi ini adalah untuk
kebaikan kita bersama, dan menjadi pelajaran bagi kita.
Semua telah menjadi perencanaan dan ketentuan- Nya. Kini
kau telah akan dijemput oleh seseorang yang telah memang ditakdirkan. Walau
seseorang itu bukanlah aku, tapi kita telah meyakini bahawa tak ada kejadian
yang terjadi tanpa perencanaan dan ketentuan-Nya.
Hingga pada akhirnya …
“ Semoga kita bertemu di syurga, Insya Allah karena
kita saling mencinta karena Nya “ kalimat pasti yang kau ucapkan terakhir kali
kepadaku.