blog edit

Kamis, 27 Maret 2014

Nasihat dari Botol Infus

Nadi kanan tanganku masih tertancap sebuah jarum suntik, yang dihilir jarumnya bermuara pada sebuah botol 500ml berisikan cairan medis. Dua hari yang lalu masih membekas dalam ingatku ketika salah seorang perawat memberikan suntikan yang jarumnya masih tertancap kasar ditanganku ini, sebagai penawar rasa nyeri yang melilit didalam perut bagian kanan bawah. Untuk pertama kalinya aku dirawat disalah satu tempat yang semua orang tak ingin tinggal berlama-lama didalamnya, ya ... itulah rumah sakit.

Ini adalah hari ketiga, setelah dua hari sebelumnya puluhan orang datang membesuk dan menyatakan simpatiknya mendukung kesehatan dan kesembuhan atas apa yang kualami. Siang itu dari ruangan inap kelas ekonomi rumah sakit tempat aku beristirahat memang panas, kuangkat botol infus dari gagang gantungannya menuju teras ruangan untuk mendapatkan udara segar.

Jarum infus ini masih jadi penghalang ruang gerakku, mungkin jika tidak ada yang menghalang, dini hari pagi tadi boleh jadi aku kabur sebentar bersama kawan kawan ke acara nonton bareng El Clasico Real Madrid vs Barcelona (24/3), usai nonton paginya aku bergegas balik kembali lagi kerumah sakit. Tapi untungnya itu tak ku lakukan karena masih digorgol oleh jarum infus.

Bersana adikku Fitri Sari.(Foto)

Siang ini aku ditemani oleh dua keluargaku, ibu dan kakak sepupuku. Keduanya asik bercerita, dan aku duduk ditengah-tengah mereka menyimak cerita-ceritanya dengan sabar. Mereka sadar aku telah jenuh berada di rumah sakit ini, itu sebabnya keduanya sengaja bergosip ditengah-tengah suntukku agar aku tak bosan, meski aku juga tersadar kondisiku tidak begitu baik. Dari keduanya yang mengapitku, aku lebih banyak menjadi pendengar budiman, dan sesekali menimpali ikut nimbrung bercerita.
Dari gosip mereka yang membuat aku kagum, aku banyak mengambil pelajaran tentang KESETIAAN.

Dimulai dari Ibuk ku yang selama bertahun merawat suamiya yang sakit (alhamdulilah sekarang sudah sehat) secara sabar ia merawat suaminya selama berbulan bulan lamanya dirumah sakit maupun dirumah, kondisi yang membuatnya untuk tidak bisa memilih dan membuatnya berserah diri kepada Sang Pencipta, karena selain harus menunjukkan kesetiaan dan bukti cinta kepada suami dan keluarga ia juga harus berfikir bagaimana caranya untuk tetap bisa mendapatkan uang demi keperluan perobatan sang suami, kebutuhan keluarga, dan dan biaya sekolah anak anaknya. Selama itu juga dirinya menjadi kepala dan ibu rumah tangga dalam waktu yang bersamaan, mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan suaminya tanpa canggung demi kelangsungan hidup suami dan keluarganya.
Makanya ketika mengetahui dirawat dirumah sakit beliau (ibuk.red) dengan sigap menjaga dan mempersiapkan apa yang menjadi kebutuhanku, secara langsung menggantikan peranan orang tuaku yang tidak memungkinkan datang dari Jakarta untuk menjenguk ku pada saat itu.


Lain lagi halnya dengan kakak sepupuku, selama lebih dari sepuluh tahun harus terpisah jauh antar negara dari suaminya, setelah usaha yang dirintis suaminya bangkrut. Ia harus sabar untuk menghidupi lima anaknya dengan mengandalkan kiriman dari suaminya. Dalam dua tahun sekali belum tentu ia menjumpai suaminya. Pada saat kondisi yang tak tahu kapan akan berakhir ini, ia hanya bisa mensyukuri apa yang telah diterimanya, baginya selama anak – anaknya masih bisa melanjutkan sekolah dan masih bisa makan, itu merupakan suatu hal yang luar biasa untuk patut disyukuri. Meski sang suami harus berjuang sendiri dari jarak ribuan kilometer dari anak isterinya. Kesetiaan diantara keduanya membuat aku salut.

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya, ia mendapat pahala kebajikan yang diusahakannya dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang dilakukannya…( Al-Baqarah: 286)


Dari kamar inap rumah sakit aku belajar banyak hal betapa kesehatan itu patut dijaga dan disyukuri, dan dengan sakit yang diberikan itu bisa dijadikan refleksi untuk kita untuk belajar menghargai nikmat yang diberikan Nya setiap hari.

** Tulisan ini didedikasikan untuk kedua orang tua tercinta yang selalu mendoakan untuk kesembuhan ku, kepada adikku, seluruh keluarga besar, alumni dan kader PC IMM Asahan, rekan-rekan se profesi, kak Sary Lubis, dan semua teman / keluarga.