blog edit

Kamis, 28 Juni 2012

( kiriman UKMI edisi XV ) 10 Ribu Membuat Aku Mengerti Bagaimana Cara Bersyukur


Oleh perdana oi bens
“ Beneran nih mas, serius ???  aduh makasih sekali ni yah mas soalnya dari tadi pagi saya dagang baru  ini  jualannya “  raut wajah sumringah si pedagang kopi asongan, bak pensiunan PNS yang terima uang pensiunan yang setelah keluar dari kantor pos. Seakan tak percaya akan pecahan uang sepuluh ribu yang diterimanya.
Cerita ini nyata  saya alami dan begitu banyak pesan moral yang didapat darinya mengajarkan tentang bagaimana cara bersyukur menikmati apa yang kita miliki sekarang bukan dengan berambisi ingin memiliki dan begitu meratapi apa yang tidak kita punya.
Ketika itu pada maret 2011 silam,  saya di Jakarta, bersama seorang teman, kami  baru saja  pulang dari Yogyakarta setelah mengikuti pengkaderan nasional sebuah organisasi ekstra kampus. Sudah hampir satu minggu setelah kegiatan pengkaderan terdampar di Jakarta karena kehabisan ongkos gak  bisa pulang ke Medan. Karena tempat kami menginap sementara tinggal di derah menteng Jakarta pusat, hanya sekitar  dua ratus meter dari monas icon kota ini, iseng kami sore itu akan melepaskan penat di monas.
Sore itu kami berdua yang udah memang gak punya tujuan lagi mau kemana setelah seharian mencoba mencari ongkos kepulangan balik ke Medan dengan eksplorasi ke DPR RI di senayan mendatangi para wakil rakyat yang punya suara dari daerah Sumut yang sekarang berkantor di senayan untuk sekedar silaturahmi dan memohon petunjuk pengajuan UUD* (ujung-ujungnya duit ) kepulangan jurus ini memang biasa dipakai para aktifis mahasiswa kere, yang punya mental  juang  tapi punya semangat seperti kami. Sore itu kami berdua duduk di daerah silang monas bercerita meratapi nasib yang telah lebih dari dua minggu terdampar di Jakarta setelah eksplorasi ke markas wakil rakyat tak satupun membuahkan hasil karena memang kami datang disaat yang tidak tepat karena ketika itu ada pembahasan RUU di DPR.
Meratapi nasib, mengobrol ngalur ngidul sana sini, dan akhirnya teman saya sepakat untuk melengkapi sore kami dengan secangkir kopi untuk selanjutnya dinikmati berdua sekedar mencuci mulut yang basi karena seharian eksplorasi, kami sadar ketika itu sisa uang yang kami miliki berdua hanya Rp30.000  pecahan sepuluh ribu satu lembar dan pecahan duapuluh ribu satu lembar. “Bang kopi !!” hardik saya kepada si abang tukang kopi asongan yang baru melintas, tanpa cincong lagi si abang membuat dua gelas kopi yang kami berdua pesan. Kopi telah siap saji dan saya mengeluarkan pecahan uang Rp 10.000 kepada si abang tukang kopi. Sejurus kemudian si abang tukang kopi bertanya “mas, ada uang pas nye aje gak enam rebuu, soalnya saya gak ada kembaliannya nih ? ” “aduuh, gak ada mas uang kecil saya cuma itu ! “ balas saya. “kalo gitu  bentar yah mas, mau tukerin uangnya dulu “ dan saya pun mengangguk walau agak sedikit curiga pada si tukang kopi tadi karena sempat “negative thinking” besar kemungkinan tukang kopi tadi gak akan balik hanya untuk mencari tukaran uang kembalian empat ribu. Untuk kota metropolitan yang seperti ini udah biasa pikirku, bahkan jika si tukang kopi tak mengantarkan kembali uangnya aku pun harus iklas karena memang sisa uang kami untuk bertahan hidup di sini sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan tinggal 20.000.
Beberapa belas menit kemudian si tukang kopi balik masih dengan membawa uang pecahan sepuluh ribu yang saya berikan tadi. “mas, saya udah keliling cari tukerannya tapi tetep aje kagak adee”. Aduuh aku seakan tak percaya dengan si tukang kopi ini, yang sebelumnya sempat buruk sangka dengannya, untuk pedagang asongan kelas ibukota seperti ini masih ada orang yang jujur seperti dia. “truss gimana yah mas, ? “ balas si tukang kopi lagi memecahkan khayalanku tentangnya. “ ya, udah mas ga usah dikembaliin, ambil aja sisa kembaliaannya “ balasku. “ Bener ni mas, serius ??? benerann ??? aduh makasih sekali ni yah mas soalnya dari tadi pagi saya dagang baru ini jualan buka dasarnya “ raut wajah sumringah si pedagang kopi asongan itu, bak pensiunan PNS yang terima uang pensiunan yang keluar dari kantor pos. Seakan tak percaya akan uang sepuluh ribu yang dipegangnya. Hanya dalam tempo belasan menit dengan kejujurannya aku pikir ia berhak untuk apresiasi sisa kembalian walau hanya 4.000 untuknya walau kini aku tinggal mengantongi 20.000 lagi bertahan di kota metropolitan ini untuk mencari tiket kepulangan sampai batas waktu yang tidak di tentukan. Setidaknya kami masih bisa bersyukur masih punya sisa 20.000 lagi, kalaupun harus terpaksa masih ada barang pribadi yang bisa kami jual untuk bertahan disini pikirku.
Sore sampai menjelang malam yang putus asa itu kami habiskan membahas si tukang kopi yang langka tadi  dan planning besok kembali bereksplorasi dengan sisa uang yang kami miliki. Sepulang dari kawasan monas kami melewati sebuah ATM, entah apa yang ada dalam benak saya ketika itu iseng untuk masuk ke ATM untuk liat saldo walau beberapa minggu lalu saya udah tarik habis uang di rekening dan prediksi saya sisa saldo kurang dari seratus ribu rupiah. Dan alangkan terkejutnya saya ketika itu saldo di ATM ada limaratus ribu. Kaget tak percaya dengan apa yang telah terjadi dan tanpa pikir panjang saya langsung tarik uang yang ada di rekening tersebut. Bersama dengan teman saya sempat berpikir siapa yang mengirimkan uang tersebut sementara hari ini tidak ada yang menjanjikan untuk mentransfer uang. Esoknya kami mencoba berusaha mencari tambahan ongkos dan alhamdulilah akhirnya ada juga salah satu anggota dewan di DPR RI yang memberikan bantuan kapulangan tiket kepada kami. Tak lepas-lepasnya pada hari itu kami bersyukur karena atas apa yang kami dapatkan hari itu, yang seakan hampir putus asa dan tak tau harus berbuat apa. Setidaknya pelajaran dari tukang kopi di monas tadi memberikan kami pelajaran dan balasan rejeki tentang bagaimana kita mensyukuri atas apa yang kita dapatkan. Semoga kisah inspiratif yang diangkat dari pengalaman pribadi ini menjadi  bermanfaat kepada kita semua tentang bersyukur atas apa yang kita miliki sekarang. (perdana oi ben’s)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates