blog edit

Rabu, 08 Mei 2019

Sepuluh Tahun Lalu, 13 Aktivis ‘Kegelapan’ Demo PLN Kisaran Saat Ramadhan

“JUMAT, 4 September 2009 pukul 16.20 WIB, sebanyak 13 pendemo diamankan ke Polres Asahan karena aksi ricuh mereka di siang terik saat ramadhan. Usai shalat Jumat puluhan masa yang didominasi mahasiswa bersama warga ini ‘tumbangkan’ pagar halaman kantor PLN.” - Petikan headline utama pada Surat Kabar Metro Asahan yang terbit pada Sabtu 5 September 2009. Sepuluh tahun lalu !



Ketika itu, Sumatera Utara dilanda krisis energi listrik. Kondisi itu tentunya tidak separah saat ini, meski pemadaman listrik kerap terjadi sesekali sampai hari ini, dan itu menjadi tradisi saat bulan ramadhan. Entah mengapa!

Aku adalah satu dari tiga belas orang pendemo yang saat itu diamankan. Sebelumnya gerakan yang dinisiasi oleh beberapa pentolan aktivis mahasiswa di Kisaran waktu itu sudah melakukan aksi demonstrasi ke kantor PLN Kisaran lima hari berturut turut setiap harinya. Siang - malam. Hari kelima aksi itu ‘chaos’.Ditangkap, digelandang dan diamankan.

Untungnya, pengamanan terhadap para aktivis ini hanya kurang dari 24 jam. Ratusan tokoh masyarakat termasuk ulama, remaja mesjid, pemuda malam itu juga menggalang kekuatan. Usai tarawih, mereka menjenguk kami. Bernegosiasi dengan aparat untuk pembebasan. Selepas dhuha keeskokan harinya kami keluar, setelah melewati rekam catatan crime dan didata sesuai prosedur.

Aksi itu mendapatkan simpatik dari semua kalangan. Namun hanya beberapa aktivis mahasiswa dan pemuda yang berani mendobraknya melalui aksi demonstrasi. Disaat umat Muslim sedang menjalankan ibadah puasa ramadhan, dalam sehari tak terhitung berapa kali listrik padam. Durasi pemadamannya diatas empat jam dengan dua waktu dalam sehari. Termasuk saat sahur, berbuka dan waktu tarawih. Siapa yang tak kesal!?

Saya berhasil mengumpulkan klipingan dokumentasi aksi masa itu disurat kabar cetak lokal, Harian Metro Asahan. Berikut catatan dan rangkumannya :



Selasa, 1 September 2019 – Judul : Demo PLN Warga Shalat di Jalan.

Aksi pertama mahasiswa bersama warga ini bermula hari Senin. Beberapa orang yang saat itu berkumpul di satu tempat dan dengan mengendarai sepedamotor langsung menuju kantor PLN Kisaran. Disana mereka menggelar orasi dan menyampaikan tuntutannya.

Warga mengeluhkan, saat itu listrik yang padam bahkan lebih dari 8 jam sehari terutama jam berbuka puasa dan sahur. Jika listrik padam, maka ketersediaan air bersih juga sulit didapatkan warga (air PDAM tak mengalir jika listrik mati). Sebagai bentuk protes belasan orang pendemo ini melakukan shalat zuhur berjamaah di depan kantor PLN Kisaran. Dibawah panggangan terik siang waktu itu.



Rabu 2 September 2009 – Judul : Massa Bentangkan Kain Bertanda Tangan Tolak Pemadaman.


Ini aksi hari kedua. Tiga jam sebelum berbuka, aktivis mahasiswa bersama beberapa tokoh pemuda kembali mendatangi kantor PLN Kisaran. Tuntutannya masih sama mempertanyakan komitmen dari pimpinan ranting PLN Kisaran untuk tidak memadamkan listrik terutama pada saat jam jam umat Muslim beribadah khususnya waktu sahur, berbuka dan tarawih.

Aditia Prahmana, aktivis mahasiswa yang saat itu berorasi menyampaikan akibat pemadaman ini banyak warga yang resah atas kebijakan PLN mengapa memadamkan listrik saat waktu umat Islam beribadah. Sayangnya tak ada keterangan resmi dari pimpinan terkait terhadap aksi mereka itu. Pendemo kemudian membentangkan kain putih panjang dan meminta tandatangan warga sebagai bentuk dukungan terhadap penolakan pemadaman listrik.



Sabtu, 5 September 2009 – Demo PLN Ricuh, 13 Pendemo Diamankan.

Usai shalat Jumat puluhan pendemo mendatangi kantor PLN Kisaran. Sebelumnya mereka sudah datang sekitar pukul 11.00 WIB. Karena terhalang waktu shalat Jumat, masa kemudian kembali lagi sekitar pukul 14.00 WIB. Aksi ini menjadi puncak dari beberapa aksi sebelumnya . Masa aksi juga lebih ramai dari biasanya.

Pendemo mendesak bertemu langsung dengan pimpinan ranting PLN yang tak kunjung datang menemui mereka. Puluhan personil polisi bersiaga dan berupaya bernogeosiasi dengan masa aksi. Setelah menunggu dan tak juga mendapatkan respon, puncak kegeraman pendemo naik. Mereka berusaha menerobos pagar yang dijaga pihak kepolisian. Kontan, aksi tersebut chaos!.

Begitu pagar itu tumbang, beberapa aktivis mahasiswa dan warga diamankan. Pendemo tak menyangka aksi kali itu bakal mendapatkan reaksi berlebih dari petugas kemananan. Kejar kejaran terjadi. Beberapa aparat sepertinya sudah mengantongi beberapa tokoh demonstran yang waktu itu ‘layak’ untuk diamankan. Mereka ada tiga belas orang. Langsung digelandang. Tanpa perlawanan!

Dihimpun dari surat Kabar Metro Asahan, dalam konfrensi Press yang digelar hari itu juga, Kapolres Asahan yang saat itu dijabat oleh AKBP Rudi Sumardianto, SH bersama wakapolres Kompol DH Ginting ikut pula kepala PLN Ranting Kisaran, M Marpaung membeberkan, alasan para demonstran ini diamankan karna tak mengantongi izin unjukrasa.

“Kita sudah memberikan tenggang waktu yang begitu panjang bagi mereka (pengunjuk rasa.red) karena mulai hari Senin (1/9/2009) mereka berunjuk rasa berturut turut. Bahkan pada siang dan malam hari mereka berkonvoi menuju gardu induk di Sentang. Kita sudah ikuti,” jelas Kapolres di kutip di Koran harian Metro Asahan, halaman 2 terbitan Sabtu 5 September 2009.

Ke tiga belas orang yang diamankan itu adalah, Kiki Komeni, Aditia Prahmana, Husni Mustofa, Perdana Ramadhan, M Rio, M Thahir, Ilham fauzi, Hariadi Sahputra, Cipta Maradona, Yudi Suwito, Zuhri, M Isa Ansori, dan Ahmad Syafrizal.

Setelah aksi tersebut, tak lama beberapa tokoh pemuda dan ulama bernegosiasi dengan Kapolres Asahan untuk membebaskan para pendemo yang ditahan. Keesokan paginya, kami dipulangkan. Namun kabar gembiranya bukan itu. Di hari hari selanjutnya selama kami menjalankan puasa di bulan Ramadhan kota Kisaran tak lagi gelap. Tak ada pemadaman listrik terutama pada saat sahur, berbuka puasa dan tarawih. Takbiiir !!!

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates