“ Bupati pun menunggu apa yang ditulisnya pagi ini “
Masih buta lagi
matahari di dalam kamarku. Jam dinding usang kamarku masih menunjukkan jam
07.30 pagi. Bagiku, jam segini masih pagi buta, sedang asik-asiknya berlayar di
dalam dunia mimpi dan aku baru tertidur di jam 4 pagi dini harinya, karena
memang kebiasaanku yang selalu begadang di dalam kamar. Entah kenapa memang aku
selalu tidur ketika ayam di samping kamarku mulai berkokok. Insomia ini begitu
susah untuk aku hilangkan, kalau sudah begini, biasanya capucino panas dan
lantunan lagu reggae ditambah lagu-lagunya bang Iwan Fals yang menjadi kawan
setia dari mp3 laptop ku. Aktifitas malam menjelang pagi ini seperti biasa
ditemani dengan koneksi internet dari modem, menjelajah isi dunia dari
kediamannya mbah google.
“Kriiiiingggg….
Kriiingggg…. “ suara bising dari handphone bebe cinaku dipagi yang buta tadi.
Sebenarnya masih malas
aku mengangkat gagang hanphone, aku terbiasa bangun jam 9 pagi. Karena kurasa
suara dering hp ku ini memekakkan isi kamarku, alhasil ku angkat.
“ Hah, Ben.. kenapoo
lah lamo kale ko angkat ? di mana kau ?”
“ owh, pak BeKa, masih
di rumah aku ini pak “
“ Masik tidor kau
lagi.. anak muda sekarang kok malas kali, jam berapa lagi kau mau bangun, Bapak
udah di kantor nii, ke kantor la kau, kunci kantor sama muu kan, ada berita ini yang mau kau ketik, cepat yah
Bapak tunggu !! “
“ Oke la pak, ke kantor
sekarang aku “ Ku lawan rasa kantukku, sambil bergegas mandi menuju kantor.
***
Kecil-kecil
suka baca koran.
Sebelumnya aku belum
cerita yah, kalau aku sekarang bekerja di salah satu surat kabar mingguan lokal
dikotaku. Posisiku sebagai staff redaksi, begitulah kira-kira tulisan pada pers
card identitasku, yang kurasa udah paten kali posisi itu. Masih ingat dalam pikiranku
waktu itu ketika kelas dua SD, Perdana apa cita-cita mu ?? Tanya guru SD
kepadaku. Dengan sigap aku jawab wartawan buk ! Entah apa arti wartawan itu aku
pun tak tau ketika itu.
Waktu kecil memang aku
senang sekali baca koran. Tiap pagi ayahku selalu membeli koran, karena ia
berdagang setiap hari keluar kota. Pada malam hari ia pulang dari luar kota, pasti
yang duluan aku bongkar dari karung dagangannya adalah koran. Bahkan aku pernah
mengkoleksi kop kepala judul koran sampai puluhan jumlahnya, yang berasal dari
Sumut, Riau, Aceh dan Jabodetabek ketika itu aku masih SMP, kalau ada teman,
atau saudara yang jalan-jalan keluar kota aku hanya minta dia untuk membelikan
oleh-oleh koran. Memang aneh lah kau ini bens!!, untuk apa kau ko simpan
banyak-banyak kepala koran tu ?, Namanya
jugak koleksi Boy !
Akan tetapi hobiku
mengkoleksi kepala kop koran itu tak kulanjutkan lagi, ketika itu secara tak
sengaja kakak sepupuku membersihkan kamarku dan membuang semua koleksi yang
kupunya yang di kiranya sampah. Sejak saat itu berakhirlah hasratku untuk
mengkoleksi kop kepala koran.
Wartawan
Veteran.
Nah, balek lah kita ke
cerita pak BK yang menelpon ku itu tadi. Beliau adalah wartawan senior kalau
bisa aku bilang dialah kepala suku dari semua wartawan di harian mingguan kami.
Kalau ada sebutan di atas senior, kepala suhu, atau apalah namanya maka itulah
yang pantas untuk sebutannya. Usianya tiga kali lipat usiaku. Dia telah menjadi
wartawan sejak muda, mulai dari masa
orde baru, orde lama, reformasi, kabinet Indonesia bersatu jilid 1&2, BK
adalah nama inisialnya, biasa memang kalau wartawan media cetak selalu
mencantumkan inisial nama pembuat berita pada akhir rilis beritanya.
Rasanya kalau berita BK
udah masuk ke meja ku, kepala ku ini mau pecah membacanya. Gak tau mana pangkal
dan mana ujung beritanya main gasak dan tulis saja. Semua bisa dijadikannya
berita. Resepsi pernikahan di samping rumahnya pun bisa ia jadikan berita.
Tulisan tangan dengan huruf morsenya dari kertas HVS yang dibaginya menjadi dua
ditambah lagi, bau minyak kenyonyong dari aroma kertas rilis beritanya mungkin
karena kertas itu terlalu lama disimpan dalan saku jaketnya membuat kepala ku
pusing, maklum seusianya yang tua belum sempat mengenal dunia komputerisasi
jadi akulah yang menjadi tumbal untuk mengetik dan edit apa yang ditulisnya.
Wartawan senior ini
memang tinggal di daerah pedalaman pesisir sekitar 2 jam perjalanan dari
kantorku, dan disitu lah areal wilayah kerjanya. Memang dalam dunia jurnalis
tidak mengenal pensiun dan ia telah terbiasa mencari berita sejak ia muda.
“Apak, udah biasa dari
muda dulu carik berita, kalok dulu rajin carik berita dan dapat beritanya
banyak, kalo sekarang cuman bisa ngirim satu dua berita aja la tiap minggunya”
Ujarnya singkat ketika aku sempat ngobrol dengannya.
“Udaah ketik aja
beritanya, ko edit-dit la itu bahasanya “ Perintah pimred ku, yang kubalas
dengan kekehan.
Betapa tidak dibikin
pusing aku dengan tulisannya kali ini, entah dimana 5W 1H dalam beritanya aku
pun tak tau. Kontribusi dan loyalitasnya memang dulu besar dulu untuk surat
kabar ini, mungkin itu yang membuat ia menjadi disegani dikalangan mediaku.
Bahkan, bupati pun pasti menunggu untuk membaca apa berita yang akan ditulisnya
pagi ini. Akhh.. memang pekerjaan menjadi wartawan ini tak pernah mengenal usia
dan waktu.
** *
Sebenarnya baru dua
bulan aku menggeluti pekerjaan ini di dunia pers, selain memang keingianku dari
kecil bercita-cita menjadi wartawan, dan sekarang aku berkeinginan untuk
bekerja menjadi pewarta di salah satu stasiun televisi. Menjadi wartawan memang
kini bisa dilakukan oleh siapa saja. Apalagi memang sekarang orang begitu
mudahnya mendapatkan kartu pers, siapa saja bisa menjadi pers. Terlepas dari sisi
baik ataupun negatifnya pers.
Pekerjaan sebagai kuli
tinta / wartawan menurutku adalah pekerjaan yang menantang, bagaimana tidak
seorang wartawan harus bisa mencari berita atau informasi yang akurat,
dipercaya dan dikutip oleh sumbernya langsung untuk selanjutnya disebarkan ke
media sebagai informasi public itulah menurutku proofesi seorang wartawan.
Namun, kini profesi di
dunia jurnalistik ini banyak disalah gunakan untuk kepentingan-kepentingan
pribadi, kelompok, partai, pemimpin / penguasa ataupun yang lainnya walau tak
semua wartawan yang demikian. Bayangkan saja seorang teman yang aku kenal di
pasaran dengan mudahnya mendapatkan karu pers tanpa dibekali bagaimana
sebenarnya pengetahuan seorang jurnalis itu dalam menghimpun berita. “ kalau
punya kartu sakti ini, (kartu pers, red.) maka enaklah awak mau kemana aja gak
usah takot-takot lagi, mau sama polisi pas razia aman la, atau urusan-urusan
administrasi-administrasi” katanya.
Memang dalam dunia pers
ada Undang-undang pers no 40 Tahun 1999, yang melindungi pers. Walau profesi
ini kini dipandang sebelah mata oleh sebahagian masyarakat, akan tetapi pers
adalah pers. Baik dan buruknya pencitraan bangsa ini ada ditagan pers.
0 komentar:
Posting Komentar