blog edit

Senin, 03 September 2012

Kuli Tinta Veteran


“ Bupati pun menunggu apa yang ditulisnya pagi ini “

 Masih buta lagi matahari di dalam kamarku. Jam dinding usang kamarku masih menunjukkan jam 07.30 pagi. Bagiku, jam segini masih pagi buta, sedang asik-asiknya berlayar di dalam dunia mimpi dan aku baru tertidur di jam 4 pagi dini harinya, karena memang kebiasaanku yang selalu begadang di dalam kamar. Entah kenapa memang aku selalu tidur ketika ayam di samping kamarku mulai berkokok. Insomia ini begitu susah untuk aku hilangkan, kalau sudah begini, biasanya capucino panas dan lantunan lagu reggae ditambah lagu-lagunya bang Iwan Fals yang menjadi kawan setia dari mp3 laptop ku. Aktifitas malam menjelang pagi ini seperti biasa ditemani dengan koneksi internet dari modem, menjelajah isi dunia dari kediamannya mbah google.

“Kriiiiingggg…. Kriiingggg…. “ suara bising dari handphone bebe cinaku dipagi yang buta tadi.
Sebenarnya masih malas aku mengangkat gagang hanphone, aku terbiasa bangun jam 9 pagi. Karena kurasa suara dering hp ku ini memekakkan isi kamarku, alhasil ku angkat.
 
“ Hah, Ben.. kenapoo lah lamo kale ko angkat ? di mana kau ?”

“ owh, pak BeKa, masih di rumah aku ini pak “

“ Masik tidor kau lagi.. anak muda sekarang kok malas kali, jam berapa lagi kau mau bangun, Bapak udah di kantor nii, ke kantor la kau, kunci kantor sama muu kan,  ada berita ini yang mau kau ketik, cepat yah Bapak tunggu  !! “
 
“ Oke la pak, ke kantor sekarang aku “ Ku lawan rasa kantukku, sambil bergegas mandi menuju kantor.

 ***


Kecil-kecil suka baca koran.

Sebelumnya aku belum cerita yah, kalau aku sekarang bekerja di salah satu surat kabar mingguan lokal dikotaku. Posisiku sebagai staff redaksi, begitulah kira-kira tulisan pada pers card identitasku, yang kurasa udah paten kali posisi itu. Masih ingat dalam pikiranku waktu itu ketika kelas dua SD, Perdana apa cita-cita mu ?? Tanya guru SD kepadaku. Dengan sigap aku jawab wartawan buk ! Entah apa arti wartawan itu aku pun tak tau ketika itu.

Waktu kecil memang aku senang sekali baca koran. Tiap pagi ayahku selalu membeli koran, karena ia berdagang setiap hari keluar kota. Pada malam hari ia pulang dari luar kota, pasti yang duluan aku bongkar dari karung dagangannya adalah koran. Bahkan aku pernah mengkoleksi kop kepala judul koran sampai puluhan jumlahnya, yang berasal dari Sumut, Riau, Aceh dan Jabodetabek ketika itu aku masih SMP, kalau ada teman, atau saudara yang jalan-jalan keluar kota aku hanya minta dia untuk membelikan oleh-oleh koran. Memang aneh lah kau ini bens!!, untuk apa kau ko simpan banyak-banyak kepala koran tu ?,  Namanya jugak koleksi Boy !

Akan tetapi hobiku mengkoleksi kepala kop koran itu tak kulanjutkan lagi, ketika itu secara tak sengaja kakak sepupuku membersihkan kamarku dan membuang semua koleksi yang kupunya yang di kiranya sampah. Sejak saat itu berakhirlah hasratku untuk mengkoleksi kop kepala koran.


Wartawan Veteran.
Nah, balek lah kita ke cerita pak BK yang menelpon ku itu tadi. Beliau adalah wartawan senior kalau bisa aku bilang dialah kepala suku dari semua wartawan di harian mingguan kami. Kalau ada sebutan di atas senior, kepala suhu, atau apalah namanya maka itulah yang pantas untuk sebutannya. Usianya tiga kali lipat usiaku. Dia telah menjadi wartawan sejak muda,  mulai dari masa orde baru, orde lama, reformasi, kabinet Indonesia bersatu jilid 1&2, BK adalah nama inisialnya, biasa memang kalau wartawan media cetak selalu mencantumkan inisial nama pembuat berita pada akhir rilis beritanya.

Rasanya kalau berita BK udah masuk ke meja ku, kepala ku ini mau pecah membacanya. Gak tau mana pangkal dan mana ujung beritanya main gasak dan tulis saja. Semua bisa dijadikannya berita. Resepsi pernikahan di samping rumahnya pun bisa ia jadikan berita. Tulisan tangan dengan huruf morsenya dari kertas HVS yang dibaginya menjadi dua ditambah lagi, bau minyak kenyonyong dari aroma kertas rilis beritanya mungkin karena kertas itu terlalu lama disimpan dalan saku jaketnya membuat kepala ku pusing, maklum seusianya yang tua belum sempat mengenal dunia komputerisasi jadi akulah yang menjadi tumbal untuk mengetik dan edit apa yang ditulisnya.

Wartawan senior ini memang tinggal di daerah pedalaman pesisir sekitar 2 jam perjalanan dari kantorku, dan disitu lah areal wilayah kerjanya. Memang dalam dunia jurnalis tidak mengenal pensiun dan ia telah terbiasa mencari berita sejak ia muda.

“Apak, udah biasa dari muda dulu carik berita, kalok dulu rajin carik berita dan dapat beritanya banyak, kalo sekarang cuman bisa ngirim satu dua berita aja la tiap minggunya” Ujarnya singkat ketika aku sempat ngobrol dengannya.

“Udaah ketik aja beritanya, ko edit-dit la itu bahasanya “ Perintah pimred ku, yang kubalas dengan kekehan.
Betapa tidak dibikin pusing aku dengan tulisannya kali ini, entah dimana 5W 1H dalam beritanya aku pun tak tau. Kontribusi dan loyalitasnya memang dulu besar dulu untuk surat kabar ini, mungkin itu yang membuat ia menjadi disegani dikalangan mediaku. Bahkan, bupati pun pasti menunggu untuk membaca apa berita yang akan ditulisnya pagi ini. Akhh.. memang pekerjaan menjadi wartawan ini tak pernah mengenal usia dan waktu.

 ** *


Sebenarnya baru dua bulan aku menggeluti pekerjaan ini di dunia pers, selain memang keingianku dari kecil bercita-cita menjadi wartawan, dan sekarang aku berkeinginan untuk bekerja menjadi pewarta di salah satu stasiun televisi. Menjadi wartawan memang kini bisa dilakukan oleh siapa saja. Apalagi memang sekarang orang begitu mudahnya mendapatkan kartu pers, siapa saja bisa menjadi pers. Terlepas dari sisi baik ataupun negatifnya pers.

Pekerjaan sebagai kuli tinta / wartawan menurutku adalah pekerjaan yang menantang, bagaimana tidak seorang wartawan harus bisa mencari berita atau informasi yang akurat, dipercaya dan dikutip oleh sumbernya langsung untuk selanjutnya disebarkan ke media sebagai informasi public itulah menurutku proofesi seorang wartawan. 

Namun, kini profesi di dunia jurnalistik ini banyak disalah gunakan untuk kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, partai, pemimpin / penguasa ataupun yang lainnya walau tak semua wartawan yang demikian. Bayangkan saja seorang teman yang aku kenal di pasaran dengan mudahnya mendapatkan karu pers tanpa dibekali bagaimana sebenarnya pengetahuan seorang jurnalis itu dalam menghimpun berita. “ kalau punya kartu sakti ini, (kartu pers, red.) maka enaklah awak mau kemana aja gak usah takot-takot lagi, mau sama polisi pas razia aman la, atau urusan-urusan administrasi-administrasi” katanya.

Memang dalam dunia pers ada Undang-undang pers no 40 Tahun 1999, yang melindungi pers. Walau profesi ini kini dipandang sebelah mata oleh sebahagian masyarakat, akan tetapi pers adalah pers. Baik dan buruknya pencitraan bangsa ini ada ditagan pers. 


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates